Cinta dalam pandangan Islam
adalah suatu hal yang sakral.
Islam adalah agama fitrah,
sedang cinta itu sendiri
adalah fitrah kemanusiaan.
Allah telah menanamkan
perasaan cinta yang tumbuh
di hati manusia. Islam tidak
pula melarang seseorang
untuk dicintai dan mencintai,
bahkan Rasulullan
menganjurkan agar cinta
tersebut diutarakan.
�Apabila seseorang mencintai
saudaranya maka hendaklah
ia memberitahu bahwa ia
mencintainya. � (HR Abu Daud
dan At-Tirmidzy).
Seorang muslim dan
muslimah tidak dilarang
untuk saling mencintai,
bahkan dianjurkan agar
mendapat keutamaan-
keutamaan. Islam tidak
membelenggu cinta, karena
itu Islam menyediakan
penyaluran untuk itu
(misalnya lembaga
pernikahan) dimana sepasang
manusia diberikan kebebasan
untuk bercinta.
�Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya, Dia
menciptakan untukmu
pasangan-pasangan dari
jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa
tentram kepadanya dan
dijadikan-Nya di antaramu
rasa cinta dan kasih
sayang, ��(Ar-Ruum: 21)
Ayat di atas merupakan
jaminan bahwa cinta dan
kasih sayang akan Allah
tumbuhkan dalam hati
pasangan yang bersatu
karena Allah (setelah
menikah). Jadi tak perlu
menunggu �jatuh cinta dulu�
baru berani menikah, atau
pacaran dulu baru menikah
sehingga yang menyatukan
adalah si syetan durjana
(na �udzubillahi min zalik). Jadi
Islam jelas memberikan
batasan-batasan, sehingga
nantinya tidak timbul
fenomena kerusakan
pergaulan di masyarakat.
Dalam Islam ada peringkat-
peringkat cinta, siapa yang
harus didahulukan/
diutamakan dan siapa/apa
yang harus diakhirkan. Tidak
boleh kita menyetarakan
semuanya.
�Dan di antara manusia ada
orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain
Allah; Mereka mencintainya
sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun
orang-orang beriman amat
sangat cintanya kepada
Allah �� (Al-Baqarah: 165)
Menurut Syaikh Ibnul Qayyim,
seorang ulama di abad ke-7,
ada enam peringkat cinta
(maratibul-mahabah), yaitu:
Peringkat ke-1 dan yang
paling tinggi/paling agung
adalah tatayyum, yang
merupakan hak Allah semata.
�Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku dan matiku
hanya untuk Rabbul
� alamiin.�
�Dan orang-orang yang
beriman amat sangat
cintanya kepada Allah (S.2:
165)
Jadi ungkapan-ungkapan
seperti: �Kau selalu di hatiku,
bersemi di dalam qalbu� atau
�Kusebutkan namamu di
setiap detak jantungku,�
�Cintaku hanya untukmu,� dll
selayaknya ditujukan kepada
Allah. Karena Dialah yang
memberikan kita segala
nikmat/kebaikan sejak kita
dilahirkan, bahkan sejak
dalam rahim ibu � Jangan
terbalik, baru dikasih secuil
cinta dan kenikmatan sama si
� do�i� kita sudah mau
menyerahkan jiwa raga
kepadanya yang merupakan
hak Allah. Lupa kepada
Pemberi Nikmat, �Maka
nikmat apa saja yang ada
pada kalian, maka itu semua
dari Allah (S. 2: 165).
Peringkat ke-2; �isyk yang
hanya merupakan hak
Rasulullah saw. Cinta yang
melahirkan sikap hormat,
patuh, ingin selalu
membelanya, ingin
mengikutinya, mencontohnya,
dll, namun bukan untuk
menghambakan diri
kepadanya.
�Katakanlah jika kalian cinta
kepada Allah, maka ikutilah
aku (Nabi saw) maka Allah
mencintai kalian dan
mengampuni dosa-dosa
kalian. (Ali Imran: 31)
Peringkat ke-3; syauq yaitu
cinta antara mukmin dengan
mukmin lainnya. Antara
suami istri, antar orang tua
dan anak, yang membuahkan
rasa mawaddah wa rahmah.
Peringkat ke-4; shababah
yaitu cinta sesama muslim
yang melahirkan ukhuwah
Islamiyah.
Peringkat ke-5; �ithf (simpati)
yang ditujukan kepada
sesama manusia. Rasa simpati
ini melahirkan
kecenderungan untuk
menyelamatkan manusia,
berdakwah, dll.
Peringkat ke-6 adalah cinta
yang paling rendah dan
sederhana, yaitu cinta/keinginan kepada selain
manusia: harta benda. Namun
keinginan ini sebatas intifa
(pendayagunaan/pemanfaatan).