Polly po-cket


CiNTA TIDAK MENGUASAI TAPI SALING BERBAGI

Bukan cinta namanya bila kita
berkehendak mengontrol
pasangan. Juga bukan cinta
bila kita bersedia mengalah
demi kepuasan kekasih.
Orang yang mencinta tidak
menganggap kekasih sebagai
atasan atau bawahan, tapi
sebagai pasangan untuk
berbagi, juga untuk
mengidentifikasi diri.
Bila kita berkeinginan
menguasai kekasih
(membatasi pergaulannya,
melarangnya beraktivitas
positif, mengatur seleranya
berbusana) atau melulu
mengalah (tidak protes bila
kekasih berbuat buruk, tidak
keberatan
dinomorsekiankan), berarti
kita belum siap memberi dan
menerima cinta.
Cinta itu konstruktif.
Individu yang mencinta
berbuat sebaik-baiknya demi
kepentingan sendiri sekaligus
demi (kebanggaan) pasangan.
Dia berani berambisi,
bermimpi konstruktif, dan
merencanakan masa depan.
Sebaliknya dengan yang jatuh
cinta impulsif. Bukannya
berpikir dan bertindak
konstruktif, dia kehilangan
ambisi, nafsu makan, dan
minat terhadap
masalahsehari-hari. Yang
dipikirkan hanya
kesengsaraan pribadi.
Impiannya pun tak mungkin
tercapai. Bahkan impian itu
bisa menjadi subsitusi
kenyataan.
Cinta tidak melenyapkan
semua masalah.
Penganut faham romantik
percaya cinta bisa mengatasi
masalah. Seakan-akan cinta
itu obat bagi segala penyakit
(panacea). Kemiskinan dan
banyak problem lain diyakini
bisa diatasi dengan berbekal
cinta belaka. Faktanya, cinta
tidaklah seajaib itu. Cinta
hanya bisa membuat
sepasang kekasih berani
menghadapi masalah.
Permasalahan seberat
apapun mungkin didekati
dengan jernih agar bisa
dicarikan jalan keluar. Orang
yang tengah mabuk
kepayang-berarti tidak benar-
benar mencinta-cenderung
membutakan mata saat
tercegat masalah. Alih-alih
bertindak dengan akal sehat,
dia mengenyampingkan
problem.
Cinta cenderung konstan.
Ya, cinta itu bergerak
konstan. Maka kita patut
curiga bila grafik perasaan
kita pada kekasih turun naik
sangat tajam. Kalau saat jauh
kita merasa kekasih lebih
hebat dibanding saat
bersama, itu pertanda kita
mengidealisasikannya, bukan
melihatnya secara realistis.
Lantas saat kembali bersama,
kita memandang kekasih
dengan lebih kritis dan
hilanglah segala bayangan
hebat itu. Sebaliknya berhati-
hatilah bila kita merasa
kekasih hebat saat kita
berdekatan dengannya dan
tidak lagi merasakan hal yang
sama saat dia jauh. Hal
sedemikian menandakan kita
terkecoh oleh daya tarik fisik.
Cinta terhitung sehat bila saat
dekat dan jauh dari pasangan,
kita menyukainya dalam
kadar sebanding.
Cinta tidak bertumpu pada
daya tarik fisik.
Dalam hubungan cinta, daya
tarik fisik penting. Tapi
bahaya bila kita menyukai
kekasih hanya sebatas fisik
dan membencinya untuk
banyak factor lainnya. Saat
jatuh cinta, kita menikmati
dan memberi makna penting
bagi setiap kontak fisik.
Kontak fisik, ketahuilah,
hanya terasa menyenangkan
bila kita dan pasangan saling
menyukai personalitas
masing-masing. Maka bukan
cinta namanya, melainkan
nafsu, bila kita menganggap
kontak fisik hanya memberi
sensasi menyenangkan tanpa
makna apa-apa. Dalam cinta,
afeksi terwujud belakangan
saat hubungan kian dalam.
Sedang nafsu menuntut
pemuasan fisik sedari
permulaan.
Cinta tidak buta, tapi
menerima.
Cinta itu buta? Tidak sama
sekali. Orang yang mencinta
melihat dan menyadari sisi
buruk kekasih. Karena
besarnya cinta, dia berusaha
menerima dan mentolerir.
Tentu ada keinginan agar sisi
buruk itu membaik. Namun
keinginan itu haruslah
didasari perhatian dan
maksud baik. Tidak boleh ada
kritik kasar, penolakan,
kegeraman, atau rasa jijik.
Nafsulah yang buta. Meski
pasangan sangat buruk,
orang yang menjalin
hubungan dengan penuh
nafsu menerima tanpa
keinginan memperbaiki. Juga
meninggalkan pasangan saat
keinginannya terpuaskan,
hanya karena pasangan
punya secuil keburukan yang
sangat mungkin diperbaiki.
Cinta memperhatikan
kelanjutan hubungan.
Orang yang benar-benar
mencinta memperhatikan
perkembangan hubungan
dengan kekasih. Dia
menghindari segala hal yang
mungkin merusak hubungan.
Sebisa mungkin dia
melakukan tindakan yang
bisa memperkuat,
mempertahankan, dan
memajukan hubungan. Orang
yang sedang tergila-gila
mungkin saja berusaha keras
menyenangkan kekasih.
Namun usaha itu semata-
mata dilakukan agar kekasih
menerimanya, sehingga
tercapailah kepuasan yang
diincar. Orang yang mencinta
menyenangkan pasangan
untuk memperkuat hubungan.
Cinta berani melakukan hal
menyakitkan.
Selain berusaha
menyenangkan kekasih,
orang yang sungguh-sungguh
mencinta memiliki perhatian,
keprihatinan, pengertian, dan
keberanian untuk melakukan
hal yang tidak disukai kekasih
demi kebaikan. Seperti
seorang ibu yang berkata
tidak saat anaknya minta es
krim, padahal sedang flu.
Begitulah kita semua
seharusnya bersikap pada
pasangan.

On : 1| Total : 419
MobPartner Counter
Up↑