Saya khawatir, orang-orang
modern nantinya akan
berkesimpulan bahwa hanya
ada dua dunia dalam
kehidupan ini; dunia nyata,
dan dunia maya. Terlepas dari
apakah saya akan dianggap
berlebihan atau tidak, yang
jelas kekhawatiran saya bukan
tanpa alasan. Kekhawatiran
tersebut berangkat dari
fenomena maraknya
penyediaan situs jejaring sosial
di internet dengan berbagai
fitur tambahan yang cukup
menarik, seperti "chatiing"
dan lain sebagainya (baca:
facebook, yahoo messenger,
twitter, dll.).
Memang perlu diakui, bahwa
hal-hal tersebut banyak
membantu mempermudah
beberapa urusan kita. Dengan
adanya situs jejaring sosial,
kita akan mudah bertemu
dengan teman lama, sekaligus
mudah mendapat teman baru,
juga kemudahan-kemudahan
lainnya.
Intinya, kalau sudah masuk
pada wilayah ini, kita tidak
usah lagi repot-repot
memikirkan jarak yang jauh,
waktu yang berbeda dan
seterusnya... Karena semua
itu tidak jadi penghambat
untuk selalu berhubungan.
Sekalipun lawan bicara kita
berda di belahan bumi
selatan, dan kita di belahan
bumi utara komunikasi akan
lancar-lancar saja, bahkan
'seperti' secara langsung
bertatap muka. Begitu juga,
seandainya kita berada di
belahan bumi barat dan kita
berada di belahan bumi timur
tidak jadi faktor penghambat
untuk saling berbagi kisah,
curhat, dan lain-lain. Ya, ini
merupakan satu dari sekian
bukti kemajuan teknologi,
khususnya dalam bidang
komunikasi.
Ajang Tebar Pesona?
"g' tw gw, mw kmn lo?, atut,
akum, waskum,...," ini adalah
beberapa contoh kata dan
kalimat yang pertama kali
saya mengenalnya dari dunia
maya (baca: cahtting).
singkat, padat, tapi cukup
mewakili isi hati untuk
disampaikan dan dipahami
orang lain. Dan di dunia maya
ini pula baru saya tahu bahwa
ada seseorang yang - menurut
pengakuannya punya nikname
lebih dari seratus. Luar biasa
dan aneh menurut saya ketika
itu, tapi begitulah
kenyataanya. Sama nyatanya
dengan adanya nikname yang
lumayan bikin geli, senyum
sendiri, dan terkadang
menjengkelkan; sebut saja
nikname: juzt_hujan, siapa_
aQ35, dan sejenisnya.
Kenyataan ini mungkin bagi
kita wajar-wajar saja. Tidak
ada masalah sedikit pun.
Tidak melanggar HAM dan
seterusnya... Tapi bagaimana
pun, kita sama sekali tidak
bisa memungkiri kenyataan
lain bahwa apa yang tidak
pernah kita anggap masalah,
ternyata sudah banyak
"menelan korban." Dalam
artian, ternyata beberapa
situs jejaring dengan berbagi
pelayanan menariknya
tersebut seringkali dijadikan
ajang tebar pesona diri (lebih
khusunya pada lawan jenis).
Banyak dari para user dan
chatter yang dengan sengaja
menyembunyikan identitas
dirinya yang sebenarnya.
Bahkan tidak jarang mereka
malah mengobral murah kata2 cinta, mengungkapkan
rasa yang tak pernah ada,
menampakkan yang tidak
sesungguhnya, bersyair tentang kerinduan, berpuisi
tentang dalamnya perasaan,
dan bala, bla, bla... tentunya
untuk mendapatkan mangsa,
alih-alih memang yang jadi
incaran. Ironisnya, tidak
sedikit yang terkena jerat.
Banyak hati yang ternoda
karenanya. Banyak harapan
muncul pada hal yang
sejatinya belum pasti. Banyak
mimpi-mimpi indah lahir
semata karena rayuan gombal
belaka.
Siapa yang salah dalam kasus
ini? Menyalahkan barangkali
bukan pilihan paling tepat.
Menylahkan saja tidak cukup
merubah keadaan. Yang
terpenting sekarang adalah
bagaimana kita lebih baik, dan
mempersembahkan yang
terbaik buat diri sendiri dan
semuanya. Sudah terlalu
banyak "korban" di antara
kita. Dan parahnya lagi,
ternyata kita juga pelakunya.
Untuk Saya, Anda, Dia, dan
Semuanya
Tulisan saya ini tidak
dimaksudkan menyama-
ratakan setiap user dan
chatter. Masih tak terhitung
kok mereka yang punya niat
mulia, dan berangkat dari
ketulusan; misalnya, tujuan
dakwah, belajar agama dan
lain sebagainya. Saya tidak
pernah bernggapan bahwa
dunia maya hanya dipenuhi
kebohongan, kepalsuan dan
jauh dari nilai-nilai kesejatian,
seperti yang dituduhkan
banyak orang (?)
Perlu diakui, bahwa kehadiran
cinta 'seringkali' tidak pernah
kita duga. Di mana pun dan
kapan pun ia bisa hadir tanpa
kita rencanakan sebelumnya,
termasuk di dunia maya.
Hanya saja, barangkali (kalau
tidak mau dikatakan seratus
persen iya) sangat tidak bijak,
jika dunia maya jadi "pilhan"
mencari ketulusan dan
kesucian. Sangat tidak dewasa
jika kita terlalu larut dalam
dunia yang tak nyata. Sangat
di sayangkan jika kita mencari
kesejatian cinta di dunia yang
seringkali dikaitkan dengan
ketidak pastian ini. Toh,
walaupun tidak menutup
kemungkinan kita akan
mendapatinya di sana.
Selain itu, bisa saja barang
yang menurut kita adalah
mutiara, namun sebenarnya ia
tidak lebih dari beling yang
pada gilirannya malah akan
membuat kita terluka. Bukan
tidak mungkin, barang yang
kita kagumi saat ini sejatinya
adalah racun dengan merk
madu yang nantinya hanya
akan membuat kita binasa.
dan, bukan hal mustahil, jika
ternyata mimpi yang selama
ini menghiasi kita pada
dasarnya tidak lebih dari
sekedar mimpi belaka.
Memang manusiawi dan sah-
sah saja bila mata kita 'biru'
oleh barang "mewah",
"necis", dan berlabel "wah!".
Tapi bagaimanapun kita harus
tetap waspada dan pilah-pilih,
sebab -meminjam istilah yang
dipakai oleh KH. Zainuddin
MZ., "penampilan tidak
selamanya mencerminkan
keaslian." Apalagi jika "cinta"
dan semua rasa itu memang
berangkat dari pamrih, yakni
harapan sebatas ketampanan
kecantikan, karena ia akan
hilang seiring berjalannya
waktu, akan lapuk oleh
panasnya mentari yang selalu
menyinari, akan kusut oleh
derasnya hujan yang selalu
menyirami, dan akan
terambang-ambing oleh
kerasnya ombak dan badai
kehidupan, sebagaimana,
dauh Ustadz Aluf Labini dalam
salah satu tulisannya: "Cinta
karena mengharapkan
ketampanan dan kecantikan
akan musnah ketika yang
diharapakan telah tiada".
Jadi, pada dasarnya hanya ada
dua pilihan dalam hidup ini:
baik dan buruk. Benar dan
salah. Terserah kita mau pilih
yang mana.Yang jelas tiap
pilihan pasti dge
konskuensinya masing2.
Tidak ada yang salah dengan
perasaan di hati, selama kita
menempatkannya segara
benar dan sesuai ketentuan
Ilahi.
On :1|Total :483
Up↑